Hidayatullah.com—Sekitar 3.600 pasien dilarikan ke tiga rumah sakit di Suriah pada hari dilaporkannya terjadi serangan senjata kimia, dan 355 di antaranya meninggal dunia, lapor organisasi kemanusiaan Medecins Sans Frontieres (Dokter Tanpa Batas), Sabtu (24/8/2013), dilansir kantor berita AFP.
Korban-korban itu semuanya tiba dalam waktu kurang dari tiga jam.
Menurut Direktur Operasi MSF Bart Janssens, melihat pola kejadian dan gejala yang ditampakkan para korban, ada indikasi kuat mereka terkena zat racun yang merusak saraf.
“Para staf medis yang bekerja di rumah-rumah sakit itu memberikan informasi rinci kepada dokter-dokter MSF, tentang pasien dalam jumlah sangat besar yang datang dengan gejala seperti kejang-kejang, air liur berlebihan, pupil mata mengecil, pandangan buram dan kesulitan bernafas,” kata Janssens.
“MSF tidak dapat mengkonfirmasi secara ilmiah tentang penyebab gejala ini atau menetapkan siapa yang bertanggungjawab atas serangan tersebut,” jelas Janssens.
“Namun, menurut gejala pada pasien yang dilaporkan, ditambah pola epidemilogis kejadian –seperti karakteristik gelombang kedatangan pasien dalam jumlah besar pada satu periode singkat, asal daerah pasien, dan kontaminasi pada pekerja medis dan petugas pertolongan pertama, kuat mengindikasikan bahwa terjadi paparan massal zat neurotoksik (zat racun perusak sistem saraf-red),” papar Janssens.
Pada hari Rabu (21/8/2013) dilaporkan terjadi serangan besar dengan menggunakan senjata kimia di dekat Damaskus.
Dilansir Aljazeera, kelompok oposisi penentang rezim menuding pasukan pemerintah Bashar al-Assad bertanggungjawab atas serangan itu. Namun, tudingan itu dibantah pemerintah Damaskus.
Pada hari Sabtu malam (24/8/2013) stasiun televisi pemerintah Suriah mengklaim militer Suriah berhasil menguasai zat kimia yang sangat beracun yang disimpan oleh kelompok pembangkang di daerah Jobar. Stasiun televisi pemerintah Damaskus tidak menampilkan gambar atau video dalam laporan tentang barang beracun yang disita itu.
Meskipun menuding bahan kimia tersebut milik kelompok pejuang oposisi, namun rezim Bashar al-Assad hingga saat ini menolak memberikan akses kepada penyelidik internasional untuk memeriksa kebenaran tentang penggunaan senjata kimia dalam konflik di Suriah.*