Hidayatullah.com—Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan bahwa 775 staf diplomatik Amerika Serikat harus meninggalkan negaranya, sebagai tindakan balasan atas sanksi baru yang ditetapkan Washington untuk Moskow.
Keputusan pengusiran staf diplomatik AS itu dibuat pada hari Jumat (28/7/2017), dan Putin menegaskan bahwa ratusan orang itu harus pergi dari negaranya sebelum tanggal 1 September 2017, lapor BBC.
Dengan pengurangan itu, jumlah staf diplomatik AS menjadi 445, sama dengan jumlah staf diplomatik Rusia yang berada di negeri Paman Sam.
Tindakan Rusia tersebut bisa jadi merupakan pengusiran diplomatik terbesar dalam sejarah modern yang pernah dilakukan oleh sebuah negara, lapor wartawan BBC di Washington.
Menurut laporan wartawan BBC di Moskow, staf yang diusir itu termasuk orang Rusia yang dipekerjakan oleh kantor misi diplomatik Amerika Serikat di berbagai penjuru Rusia.
Staf Kedutaan AS di Moskow, staf konsulat di Ekaterinburg, Vladivostok dan St Petersburg juga terdampak oleh keputusan Presiden Putin tersebut.
Kepada stasiun televisi Rusia Putin berkata, “Lebih dari 1.000 orang pernah dipekerjakan dan sedang dipekerjakan” di kedutaan dan konsulat-konsulat Amerika, dan “755 orang itu harus menghentikan aktivitas mereka di Rusia.”
Rusia juga mengatakan bahwa pihaknya menyita properti-properti liburan dan sebuah gudang yang digunakan oleh diplomat-diplomat AS.
Sanksi terbaru yang dijatuhkan Amerika Serikat atas Rusia kali ini masih berkaitan dengan aneksasi wilayah Ukraina di Krimea dan masalah anyar seputar keterlibatan Moskow dalam pemilihan presiden Amerika Serkat tahun 2016 yang dimenangkan oleh Donald Trump.
Bulan Desember 2016, sesudah pilpres pada bulan November, pemerintah Obama (yang resmi berakhir pada Januari 2017) memerintahkan penyitaan atas dua kompleks bangunan dan pengusiran 35 diplomat Rusia. Hal itu dilakukan sebagai tindakan balasan atas peretasan jaringan internet milik Partai Demokrat, tim kampanye dan kandidat presiden Hillary Clinton. Washington menuding peretasan dilakukan oleh para hacker yang dibayar oleh pemerintah Kemlin.
Sanksi baru atas Rusia itu disetujui secara penuh oleh anggota Kongres dan Senat AS, meskipun pemerintahan Donald Trump menentang kebijakan tersebut.
Dinas-dinas intelijen Amerika Serikat berkeyakinan Rusia sengaja mengganggu proses pemilihan umum di Amerika Serikat untuk membantu Donald Trump mengalahkan Hillary Clinton. Saat ini, sedang dilakukan penyelidikan besar-besaran untuk mengetahui apakah memang ada keterkaitan antara tim pemenangan Trump dengan Rusia.
Moskow senantiasa membantah tuduhan yang menyatakan bahwa pihaknya ikut campur dalam proses pilpres AS dan membantu memenangkan Donald Trump. Kremlin bersikukuh menyatakan tidak ada kolusi di sana.*