Hidayatullah. com–Presiden Prancis Emmanuel Macron berjanji kepada korban inses bahwa masalah mereka akan ditanggapi dengan tegas, setelah beredar luas secara online cerita dari ratusan orang korban kekerasan seksual oleh kerabat dekat mereka sendiri (inses).
Dilansir Euronews Sabtu (23/1/2021), Presiden Macron mengatakan statuta limitasi kasus pidana inses sudah dinaikkan menjadi 30 tahun, dan pengecekan terhadap orang-orang yang bekerja menangani anak-anak sudah ditingkatkan. Meskipun demikian, dia menegaskan hal tersebut masih belum mencukupi.
Sekarang sebagai tambahan, dia menjanjikan akan ada screening pencegahan kejahatan seksual terhadap anak bagi semua calon siswa sekolah dasar dan menengah, serta sokongan dana dari pemerintah untuk perawatan psikologis korban.
“Kesaksian-kesaksian ini, kata-kata ini, tangisan ini, tidak lagi dapat diabakan begitu saja. Lawan kekerasan seksual terhadap anak-anak, sekarang waktunya kita untuk bertindak,” kata Macron dalam video pernyataan yang dirilis hari Sabtu.
Janji pemimpin Prancis itu diutarakan setelah beberapa hari terakhir media sosial di Prancis dihebohkan kisah-kisah korban inses, menyusul penerbitan sebuah buku yang isinya menuding salah seorang pengamat politik ternama Prancis telah mencabuli putra tirinya.
Diluncurkan oleh aktivis feminis Prancis #NousToutes –yang merujuk #MeToo– ratusan korban inses dengan tagar #MeeTooInceste membagikan pengalaman pedih mereka dicabuli oleh anggota keluarganya sendiri.
Buku yang menghebohkan tersebut ditulis oleh Camille Kouchner, putri dari mantan menteri luar negeri Prancis dan pendiri Médecins Sans Frontières Bernard Kouchner. Dia mengklaim bahwa ayah tirinya, ilmuwan politik ternama Olivier Duhamel, tiga puluh tahun silam pernah mencabuli saudara kembarnya yang laki-laki.
Duhamel mengatakan dirinya menjadi “obyek serangan personal” dan telah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pengawas universitas ternama Sciences Po. Baik Duhamel maupun pengacaranya belum menanggapi tuduhan inses tersebut.
Menurut World Health Organisation (WHO), hasil studi internasional menunjukkan satu dari lima perempuan dan satu dari 13 laki-laki melaporkan pernah mengalami kekerasan seksual sebelum mereka menginjak usia 18 tahun. Namun, angka itu diyakini jauh di bawah angka sesungguhnya, sebab kasus semacam ini kerap kali disembunyikan, baik oleh korban, pelaku maupun orang di sekitar mereka.*