Hidayatullah.com — Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengisyaratkan serangan darat di Suriah utara dan Iraq. Hal itu usai Turki melancarkan serangan udara lintas perbatasan ke lokasi digunakan kelompok Kurdi, terduga pelaku serangan bom di Istanbul.
Ketegangan yang meningkat ini memicu kekhawatiran Rusia dan Amerika Serikat yang mendesak Turki untuk menahan diri.
Berbicara kepada wartawan dalam penerbangan pulang dari Qatar setelah menghadiri pembukaan Piala Dunia 2022, Erdogan mengatakan kampanye militer Turki yang sedang berlangsung di Suriah utara dan Irak utara “tidak terbatas hanya pada operasi udara” dan dapat melibatkan pasukan darat.
“Otoritas yang kompeten, kementerian pertahanan dan kepala staf kami akan bersama-sama memutuskan tingkat kekuatan yang harus digunakan oleh pasukan darat kami,” katanya. “Kami melakukan konsultasi dan kemudian kami mengambil langkah yang sesuai.”
Turki meluncurkan operasi berjuluk Claw Sword pada hari Ahad, seminggu setelah ledakan bom di Jalan Istiklal, Istanbul menewaskan enam orang dan melukai 81 lainnya.
Ankara menyalahkan Kelompok Pekerja Kurdistan (PKK) yang dilarang dan berafiliasi dengan kelompok Kurdi Suriah atas serangan teror itu, meskipun pihak Kurdi membantah terlibat.
Kementerian pertahanan Turki mengatakan operasi Claw Sword – yang juga termasuk serangan dari darat-ke-darat – membunuh 184 pejuang dan menghancurkan 89 sasaran termasuk tempat berlindung, bunker, gua, dan terowongan.
Sementara itu, kantor berita Anadolu melaporkan tembakan roket dari wilayah Suriah, dengan dua orang dilaporkan tewas pada Senin ketika proyektil menghantam distrik perbatasan Turki Karkamis.
AS – yang sebagian besar mengandalkan pasukan milisi Kurdi untuk mengalahkan kelompok ISIL (ISIS) di Suriah – menyerukan de-eskalasi.
“Amerika Serikat menyampaikan belasungkawa yang tulus atas hilangnya nyawa warga sipil di Suriah dan Turki,” bunyi pernyataan dari Ned Price, juru bicara Departemen Luar Negeri seperti yang dilansir Al Jazeera (22/11/2022).
“Kami mendesak de-eskalasi di Suriah untuk melindungi kehidupan sipil dan mendukung tujuan bersama mengalahkan ISIS. Kami terus menentang setiap tindakan militer yang tidak terkoordinasi di Irak yang melanggar kedaulatan Irak,” katanya.
Rusia juga meminta Turki untuk menahan diri dari penggunaan kekuatan militer yang “berlebihan”.
Alexander Lavrentyev, utusan khusus Presiden Rusia Vladimir Putin di Suriah, mengatakan kepada wartawan bahwa Turki belum memberi tahu Moskow sebelumnya tentang serangannya terhadap tetangganya.
Berbicara di ibu kota Kazakh, yang menjadi tuan rumah pertemuan tripartit antara Rusia, Turki dan Iran mengenai Suriah, Lavrentyev mengatakan dia berharap “untuk meyakinkan rekan-rekan Turki kami agar tidak menggunakan kekuatan yang berlebihan di wilayah Suriah”.
“Rusia selama berbulan-bulan … melakukan segala kemungkinan untuk mencegah operasi darat berskala besar,” tambahnya.
Erdogan telah mengancam operasi militer skala besar baru terhadap pasukan yang berafiliasi dengan PKK di Suriah utara selama berbulan-bulan, tetapi Rusia, Iran, dan banyak negara Barat telah memperingatkan rencana tersebut.
Turki sebelumnya telah melakukan operasi militer darat di Suriah yang berfokus pada daerah-daerah tepat di seberang perbatasan, dan telah merebut sebagian besar wilayah.
Pemerintah meyakini perlunya “zona aman” di sepanjang sisi perbatasan Suriah untuk memungkinkan kembalinya pengungsi Suriah secara sukarela yang sekarang berada di Turki. Zona aman juga perlu untuk menghentikan kelompok yang dianggap Ankara berafiliasi dengan PKK, seperti sebagai Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung AS, dari menyerang Turki.