Hidayatullah.com—Bangladesh memanggil Duta Besar Myanmar untuk mengungkapkan “keprihatinan mendalam” terkait operasi militer yang memaksa ribuan minoritas Muslim Rohingya meninggalkan desa-desa mereka, yang dekat dengan perbatasan negaranya.
Kementerian Luar Negeri Bangladesh mengatakan “orang-orang yang putus asa” memasuki wilayahnya guna mencari keselamatan dan tempat berteduh.
Dalam sebuah pernyataan, Kemenlu Bangladesh mengatakan pihaknya meminta Myanmar, sebelumnya bernama Burma, untuk “memastikan integritas perbatasannya” dan menghentikan arus ribuan orang yang berbondong-bondong meninggalkan wilayah Rakhine.
“Meskipun penjaga perbatasan kami berupaya keras untuk mencegah arus itu, ribuan orang warga Myanmar yang tertekan termasuk wanita, anak-anak dan manula terus menyeberangi perbatasan memasuki wilayah Bangladesh,” bunyi pernyataan itu seperti dilansir BBC Rabu (23/11/2016).
“Ribuan orang lainnya dikabarkan sudah menyemut di perlintasan perbatasan,” imbuhnya.
Hari Selasa (22/11/2016), pihak berwenang Bangladesh mengatakan telah mengirim 20 kapal berisi orang-orang Muslim Rohingya, sekitar 150 jiwa, kembali ke Myanmar dalam upaya menghentikan arus tersebut.
Orang Rohingya, yang jumlahnya diperkirakan satu juta jiwa, dianggap oleh negara Myanmar yang mayoritas Budhhis sebagai migran ilegal asal Bangladesh.
Padahal, orang-orang Muslim itu sudah lama tinggal di daerah Arakan (yang sekarang disebut negara bagian Rakhine, memakai istilah mayoritas Buddhis) jauh sebelum negara Burma terbentuk.
Muslim Rohingya tidak diakui sebagai warganegara oleh pemerintah Myanmar, meskipun fakta fisik dan historis menunjukkan selama ratusan tahun mereka sudah tinggal di wilayah tersebut.
Awal pekan ini, Human Rights Watch merilis gambar hasil jepretan kamera satelit, yang menunjukkan ratusan rumah Muslim di desa-desa Rohingya telah dihancurkan selama 6 pekan terakhir.
Pemerintah Myanmar membantah perusakan itu dilakukan oleh aparatnya. Mereka mengklaim, orang-orang Rohingya sendiri yang membakar rumah-rumah mereka demi mendapatkan perhatian dunia internasional.
Sebagian Muslim Rohingya yang tiba di Bangladesh mengatakan, para wanita mereka diperkosa, para lelaki dibunuh dan rumah-rumah mereka dibakar. Semua itu dibantah otoritas Myanmar.
Laporan-laporan kekejaman atas Muslim Rohingya sulit diverifikasi secara independen, sebab pemerintah Myanmar melarang para jurnalis dan sukarelawan internasional masuk ke wilayah itu.
Hari Rabu (23/11/2016), polisi Bangladesh di kota perbatasan Cox’s Bazar mengatakan pihaknya telah menahan 70 orang Rohingya dan akan mengembalikan mereka ke Myanmar.
Seorang tokoh masyarakat Muslim Rohingya, berbicara tanpa diungkapkan identitasnya, mengatakan kepada AFP bahwa siapapun orang yang dikembalikan itu akan dibunuh oleh aparat Myanmar.
“Kami memiliki informasi bahwa tentara Myanmar membunuhi orang-orang (Rohingya) itu yang dipulangkan kembali dari Bangladesh,” katanya.
“Tentara telah membakar desa mereka hingga menjadi abu dan membunuh sanak-saudaranya,” imbuh orang tersebut.*