Hidayatullah.com— Kepala Hindu Raksha Dal dan ajudan Yati Narsinghanand, Pinky Chaudhary membuat pidato provokativ dengan mengatakan ingin memusnahkan orang Kristen, Muslim dari muka bumi. Selama pertemuan publik yang diselenggarakan oleh para pendukung Narsinghanand di Ghaziabad, Chaudhary juga menghasut para pendukungnya untuk memenggal kepala Pemimpin Muslim India Asaduddin Owaisi.
“Islam adalah racun yang cepat. Kekristenan adalah racun yang lambat. Islam dan Kristen harus dimusnahkan dari Bumi,” katanya dikutip hamslivenews.com, Senin (3/1/2022). “Selama para pejuang dan sukarelawan Hindu Raksha Dal bekerja sama sebagai satu kesatuan dan mengikuti jalan Hindutva, mereka akan memenggal kepala Anda (Owaisi) dan membuat nama saya,” kata Chaudhary dikutip Siasat.
Pidato tersebut terjadi selama program Pinky Chaudhary di kampus sekolah di mana Ia membuat ancaman berbahaya terhadap komunitas Kristen dan Muslim. Video pidatonya yang viral telah muncul di media sosial pada saat kemarahan atas pidato genosida kebencian yang diberikan dalam ‘Dharma Sansad’ di Haridwar dan Raipur.
Pidato Pinky Chaudhary ini disampaikan pada 26 Desember. Dalam sebuah program yang diselenggarakan oleh Hindu Raksha Dal di Loni, Ghaziabad. “Jika ada bahaya maka itu dari ideologi komunis, jika ada bahaya maka itu dari masjid, jika ada bahaya maka itu dari madrasah, jika ada bahaya maka gereja-gereja ini berasal dari…. Itu dari mereka yang ingin Idul Fitri,” kata Pinky.
Pinky tidak berhenti di sini, dia juga berkata di depan ratusan orang, “Jika Islam ada maka itu adalah racun yang cepat bagimu, jika kamu Kristen maka itu adalah racun yang lambat bagimu.”
Dia berkata bahwa Islam dan Kristen harus dimusnahkan dari muka bumi ini karena mereka melakukan pekerjaan mengubah orang menjadi Kristen dengan memberikan uang. Pendukung Chaudhary juga menyiarkan pidatonya melalui Facebook Live selama 27 menit.
Dalam video viral di media sosial, tampak pidatonya dilakukan di sebuah taman bermain sekolah. Polisi sejauh ini belum mendaftarkan kasus Chaudhary ini.
“Kita harus menyelidiki pidato Pinky Chaudhary. Jika ditemukan tidak pantas maka kami akan mengajukan kasus terhadap mereka,” kata pihak polisi.
Dalam video lain Bhupendra Tomar alias Pinky Chaudhary, dia dituduh mengangkat slogan-slogan provokatif di dekat Jantar Mantar tahun lalu. “Saya dan sukarelawan Hindu Raksha Dal saya akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk mencapai tujuan kami. Pendukung kami akan memastikan hal ini terjadi,” ujarnya.
Pinky Chaudhary juga mengancam akan memenggal kepala Majlis Seluruh India-E-Ittehadul Muslimeen (AIMIM), pemimpin partai politik India Asaduddin Owaisi. Ketika ditanya tentang pidato tersebut, Choudhary menggambarkan dirinya sebagai ‘prajurit Hindutva sejati’ dan mengatakan ‘adalah tugas saya untuk melindungi agama saya.’
Siapa Pinky Chaudhary?
Chaudhary adalah pemimpin Hindu Raksha Dal yang sebelumnya juga dianggap terlibat dalam serangan di Universitas Jawaharlal Nehru (JNU), India. Ia mengaku bertanggung jawab atas kekerasan yang terjadi di kampus.
Kala itu, pada tanggal 5 Januari 2020, lebih seratus preman bertopeng dengan tongkat menyerang siswa, guru di dalam kampus JNU. Lebih dari 34 orang terluka dalam serangan itu dan dirawat di pusat trauma AIIMS di Delhi.
Insiden itu secara luas dikutuk oleh politisi, aktivis, mahasiswa di seluruh negeri.
Pinky Chaudhary, mengakui serangan telah melakukan aksi serangan yang sebelumnya pernah viral dalam video berdurasi dua menit di akun Twitter. Pengakuan Chaudhary datang bahkan ketika banyak yang menyalahkan aksi kekerasan terus berlanjut.
“JNU adalah pusat komunis dan kami tidak akan mentolerir ini. Mereka menyalahgunakan agama dan negara kita. Sikap mereka terhadap agama kita anti-nasional. Di masa depan juga, kami akan mengambil tindakan yang sama di universitas lain jika seseorang mencoba melakukan kegiatan anti-nasional, ”kata Chaudhary dalam video tersebut.
Namun, Pinky Chaudhary meskipun memiliki pengaruh besar untuk memobilisasi massa dan membunuh, dan telah dikaitkan dengan kekerasan dan serangan terhadap mahasiswa JNU masih belum ditangkap.*