Hidayatullah.com– Anggota Majelis Tafkir PP Persatuan Islam (Persis), Ustadz Wildan Hasan, menanggapi disertasi mahasiswa salah seorang mahasiswa program doktor UIN Sunan Kalijaga Jogja, Abdul Aziz yang mengajukan konsep Milk Al Yamin yang digagas Muhammad Syahrur.
Wildan mengkritik konsep Milk Al-Yamin Muhammad Syahrur tentang keabsahan seksual non-marital.
Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Kota Bekasi ini mengatakan, disertasi semacam itu merupakan salah satu hasil dari liberalisasi kampus. Menurutnya itu dilakukan dalam rangka mendegradasi aqidah dan moral umat Islam.
“Syahrur adalah pemikir liberal. Sehingga pemikiran semacam hubungan seksual di luar pernikahan bukan suatu yang aneh keluar dari Syahrur,” terang Wildan, Kamis (29/08/2019) kutip INI-Net.
Ia mengatakan, seluruh ulama telah sepakat berdasarkan dalil-dalil yang qath’i bahwa hubungan seksual menjadi sah dan halal jika telah diikat oleh pernikahan.
Oleh karena itu, jelasnya, hukum seks di luar nikah hukumnya haram.
“Semestinya UIN sebagai sebuah kampus Islam melahirkan pemikir-pemikir yang menguatkan aqidah, ibadah, dan akhlak umat. Bukan memproduksi pemikir yang justru kontraproduktif dengan kepentingan dan kemaslahatan umat,” ujarnya.
Baca: Disertasi Mahasiswa UIN Jogja: Seks di Luar Nikah Tak Langgar Syariat
Ia mengatakan, pemikiran semacam itu sejatinya klasik, sudah basi, dan pengulangan saja. Akan tetapi, terus diproduksi ulang untuk kepentingan proyek liberalisasi Islam oleh Barat. “Pemikiran itu tidak murni karena kepentingan intelektual dan akademik semata,” imbuhnya.
Wildan pun menilai penulis disertasi itu tidak memahami konsep Milk Al Yamin dengan benar. Malah menjiplak konsep Milk Al Yamin ala Syahrur yang jelas keliru.
“Karena milkul yamin itu adalah budak yang dinikahi yang tentu saja jadi sah dan halal untuk digauli,” jelasnya.
Ia juga menilai kesalahan fatal penulis disertasi itu adalah mengkiyaskan budak dalam konsep Milk Al Yamin kepada kawin kontrak atau mut’ah dan hidup seatap tanpa pernikahan (kumpul kebo) yang menjadi sama-sama halal. Padahal, kata Wildan, jelas berbeda.
“Dari sini kita dapat melihat orientasi penulis untuk melegalkan perzinaan apapun namanya dengan dalih syariat yang justru bukan syariat, tapi penyimpangan makna akibat kesesatan berfikir,” ujar Wildan.
Baca: Wantim MUI Ingatkan Bahaya Pembiaran Komunisme dan Liberalisme
Sebelumnya, salah seorang mahasiswa program doktor UIN Sunan Kalijaga Jogja, Abdul Aziz, mengajukan konsep Milk Al Yamin yang digagas Muhammad Syahrur pada ujian terbuka disertasi berjudul Konsep Milk Al Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Nonmarital di UIN Sunan Kalijaga, Rabu (28/08/2019).
Dalam disertasinya, Aziz mengemukakan pendapat yang menyebut seks di luar nikah dalam batasan tertentu tidak melanggar syariat. Konsel Milk Al Yamin dianggap dapat dipakai sebagai pemantik munculnya hukum Islam baru yang melindungi hak asasi manusia dalam hubungan seks di luar nikah (non-marital) secara konsensual.
Menurut mahasiswa itu, ulama seperti Imam asy Syafii dan Imam at Tabari memahami Milk Al Yamin sebagai hubungan seksual non-marital dengan budak perempuan melalui akad milik.
Disebutkan, Muhammad Syahrur menemukan 15 ayat Al-Quran tentang Milk Al Yamin yang masih eksis hingga kini. Aziz melakukan penelitian melalui pendekatan hermeneutika hukum dari aspek filologi dengan prinsip antisinonimitas. Hasilnya, Milk Al Yamin, prinsip kepemilikan budak di masa awal Islam, disebut tidak lagi berarti keabsahan hubungan seksual dengan budak. Dalam konteks modern, hal itu disebut telah bergeser menjadi keabsahan memiliki partner seksual di luar nikah yang tidak bertujuan untuk membangun keluarga atau memiliki keturunan. Konsep tersebut saat ini biasa disebut menikah kontrak dan samen leven atau hidup bersama dalam satu atap tanpa ikatan pernikahan.
Akan tetapi, menurut Aziz, dalam konsep Milk Al Yamin, Muhammad Syahrur tidak semata-mata membenarkan seks bebas. “Ada berbagai batasan atau larangan dalam hubungan seks non-marital, yaitu dengan yang memiliki hubungan darah, pesta seks, mempertontonkan kegiatan seks di depan umum, dan homoseksual,” sebutnya dikutip media lokal Harianjogja.com, Rabu.*