Hidayatullah.com–Seorang anggota Fatah, Nabil Shaat mengatakan bahwa Presiden Palestina Mahmud Abbas sedang menunggu jawaban dari Hamas tentang pembentukan pemerintahan konsensus, setelah adanya perdebatan yang muncul dari kedua pemimpin gerakan ini saat bertemu di Doha. Demikian dilansir Al-Jazeera.
Shaat mengatakan bahwa perbedaan pendapat yang muncul dalam pertemuan di Doha beberapa waktu lalu itu menjadi batu sandungan untuk pembentukan pemerintahan gabungan Palestina. Dia mengatakan bahwa Presiden Abbas menunggu jawaban dan kepastian dari Hamas.
Shaat menjelaskan, Presiden Abbas ingin Hamas mendukung pemerintahan yang akan dibentuk ini.
Dia juga menegaskan bahwa langkah Abbas yang mengumpulkan kepemimpinan kekuasaan dan kepemimpinan pemerintahan konsensus seperti yang ada dalam Deklarasi Doha tidaklah melanggar hukum.
Menurut Shaat, tidak ada undang-undang yang melarang bagi presiden untuk menunjuk dirinya sendiri merangkap sebagai perdana menteri. Dengan demikian, menurutnya presiden dan perdana menteri tidak wajib harus dua orang yang berbeda.
Lebih lanjut, Shaat juga menjelaskan bahwa dipilihnya Mahmud Abbas sebagai kepala pemerintahan setelah banyaknya nama-nama yang dihapus dan dianggap tidak cocok.
Deklarasi Doha yang ditandatangani oleh Abbas dan Meshaal beberapa hari lalu untuk membentuk pemerintakan konsensus di bawah kepemimpinan Abbas, adalah sebagai upaya untuk mengakhiri perselisihan antara kedua gerakan ini. Hal ini juga dimaksudkan sebagai persiapan untuk pemilihan umum yang akan diadakan dalam waktu dekat.
Dalam pertemuan dengan para menteri di Liga Arab, Abbas mengatakan bahwa pemerintahan yang akan dipimpinnya nanti adalah pemerintahan transisi yang memiliki dua tujuan utama, yaitu mengadakan pemilihan umum dan rekonsiliasi Gaza.*