Hidayatullah.com– Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi, Ferry A Soetikno, mengungkapkan, Indonesia memiliki keragaman hayati yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku dari biofarmasi.
Namun demikian, industri perlu terus melakukan riset untuk pengembangan inovasinya.
“Biodiversitas Indonesia terbesar di dunia, ada kunyit, temu lawak, kayu manis, tapi kita mulai cari yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi. Kemudian ada lagi bioactive fraction atau fraksi-fraksi yang mempunyai kemampuan biologi pada indikasi kesehatan tertentu,” tandas dia sebagaimana siaran pers Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Selasa (10/07/2018).
Baca: Industri Farmasi, Kosmetik, Jamu Didorong Manfaatkan Bahan Baku Alam
Hal itu ia sampaikan terkait Kemenperin yang mendorong industri farmasi nasional untuk menciptakan produk biofarmasi dengan memanfaatkan sumber bahan baku alam, mengingat potensi besar yang ada di dalam negeri.
Upaya ini seiring dengan langkah strategis dalam menerapkan revolusi industri 4.0 di Indonesia sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku impor berbasis kimia.
“Ke depan, biofarmasi akan menjadi solusi. Untuk itu, kita harus bisa mengoptimalkan kekayaan hayati yang kita miliki. Selanjutnya, riset dan pengembangan yang lebih intens juga harus terus dilakukan,” ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada Pembukaan Pameran Industri Farmasi, Kosmetik, dan Jamu di Plasa Pameran Industri, Jakarta, kemarin.
Terkait itu, Kemenperin mengkau terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan daya saing industri dengan melaksanakan berbagai program dan kebijakan strategis yang memperkuat struktur sektornya.
Misalnya, dengan memasuki era industri 4.0 saat ini, transformasi ke arah teknologi digital dinilai akan menciptakan nilai tambah tinggi di dalam negeri.
“Pemanfaatan teknologi dan kecerdasan digital mulai dari proses produksi dan distribusi ke tingkat konsumen, tentu akan memberikan peluang baru guna dapat meningkatkan daya saing industri dengan adanya perubahan selera konsumen dan perubahan gaya hidup,” paparnya.
Lebih lanjut, Kemenperin katanya juga tengah memfokuskan pengembangan pendidikan vokasi industri yang berbasis kompetensi.
Program ini mengusung konsep keterkaitan dan kesepadanan (link and match) antara dunia pendidikan dengan dunia industri, sehingga menghasilkan tenaga kerja yang terampil dan mampu bersaing hingga di kancah internasional.
“Melalui pendidikan vokasi ini, diharapkan akan mampu menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten sesuai dengan kebutuhan dunia industri nasional saat ini. Sehingga tidak ada lagi kesenjangan antara kebutuhan tenaga kerja industri, dengan tenaga kerja lokal berkualitas yang tersedia,” jelasnya.*