Hidayatullah.com—Hari Ahad (28/06/2015) mahasiswa asal Jawa Timur di Hadhramaut yang tergabung dalam Komunitas Keramat Jatim menggelar acara buka bersama.
Acara yang diselenggarakan di musholla asrama dakhili Fakultas Syari’ah, Universitas Al-Ahgaff Tarim ini merupakan acara perdana pasca evakuasi besar-besaran yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia ketika Yaman dilanda peperangan dahsyat beberapa bulan silam.
Meskipun tersisa 28 anak dari Universitas Al-Ahgaff secara khusus, tapi hal tersebut tak menyurutkan langkah arek-arek Jawa Timur untuk tetap menjalin silaturrahim sesama saudara Muslim.
Komunitas secara khusus mengundang dosen asal Suriah, Syaikh Muhammad Yahya Ismail sebagai pembicara sebelum buka puasa.
Acara yang dimulai pukul setengah enam sore tersebut diawali dengan sambutan atas nama Ketua Keramat Jatim, Wafda Muhammad.
Dalam sambutannya ia mengucapkan ribuan terima kasih atas kehadiran rekan-rekan rakyat Jawa Timur serta jajaran ketua organisasi yang ada di Hadhramaut sebagai tamu undangan.
Tak lupa ia juga menyelipkan tujuan utama digelarnya acara ini yang tak lain adalah menjalin silaturrahim sesama saudara muslim. Rangkaian acara kemudian dilanjutkan dengan kultum yang diisi oleh Syaikh Muhammad Yahya Ismail yang mengangkat tema yang cukup krusial dan sangat cocok dengan gelaran acara sore itu, persatuan umat Islam.
Dalam paparannya, dosen asal Suriah yang mengajar di Universitas Al-Ahgaff ini mencuplik salah satu ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang persaudaraan antara sesama Muslim.
Lebih lanjut, ia menjelaskan jika hubungan persaudaraan antara satu Muslim dengan Muslim lainnya lebih kuat daripada hubungan darah.
Hal tersebut karena memang umat Islam dilahirkan sebagai saudara yang sama-sama berada dalam sebuah payung bernama Islam.
“Umat Islam di zaman sekarang lebih mudah diadu dan terpengaruh oleh zaman. Banyaknya peperangan antar umat beragama maupun di dalam Islam sendiri telah mencerminkan hal tersebut. Sebut saja di China dan lain sebagainya.”
Dalam penjelasannya ia juga banyak mengutip cerira-cerita sejarah dari referensi-referensi yang benar-benar muktamad. Tak hanya sampai di situ, hadirin diajak kepada suatu fakta di mana persatuan umat Islam mulai digerogoti oleh kaum-kaum sekuler yang mengatasnamakan diri mereka sebagai Islam yang ramah dengan membuka sikap toleransi yang sangat di luar batas keyakinan.
Salah satu contohnya adalah suatu perkataan yang mengatakan bahwa semua agama adalah sama. Semua agama merujuk kepada Nabi Ibrahim.
Dengan begitu, semua agama memiliki satu akar dan keyakinan. Secara kasat mata menurutnya, rentetan garis agama tersebut benar. Tapi secara realita dalam sejarah turun-temurunnya agama-agama tersebut telah mengalami banyak perubahan yang sangat fatal.
“Jika Islam memiliki Tuhan satu seperti yang tertera dalam Surat Al-Ikhlas, sedangkan agama lain memiliki Tuhan lebih dari satu, lantas, apakah hal tersebut menunjukkan jika semua agama adalah sama? Beliau melanjutkan, jika hal yang sangat penting di dalam agama dan tidak bisa ditoleransi adalah keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agama Islam mengajari tentang toleransi tetapi dengan batas-batas yang tidak sampai melanggar keimanan yang menjadi hal penting dan wajib untuk dipegang kuat.”
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Menurutnya, saat ini banyak propaganda-propaganda yang mengatasnamakan Islam dengan meneriakkan sebuah ungkapan-ungkapan tertentu juga perlu diwaspadai.
Banyak propaganda-proganda yang tidak sesuai dalam Islam, bahkan justru diambil dari salah satu pedoman agama lain. Hal ini sangat perlu untuk diwaspadai.
Dalam paparannya, Syaikh Muhammad Yahya Ismail terlihat sangat berapi-api dalam memberikan wejangan sebelum berbuka.
Penjelasannya yang interaktif terhadap hadirin mampu menanamkan tentang persatuan umat Islam yang benar-benar harus dipupuk dengan melihat dan melawan keadaan-keadaan buruk yang kini melingkupi genggaman tangan Islam.
Akhirnya, rangkaian acara ditutup dengan doa, kemudian dilanjutkan dengan ta’jil bersama. Seusai ta’jil acara dilanjutkan dengan sholat maghrib berjama’ah dan buka bersama.
“Semoga dengan adanya acara ini, kesadaran kita untuk terus menjalin silaturrahim terus membara dan tidak akan pernah padam,” tutup Wafda Muhammad.*/Adly Al-Fadlly