Lanjutan artikel KEDUA
Atas izin Allah Subhanahu Wata’ala melalui perjuangan Shalahuddin al-Ayubi, penduduk Mesir kembali Sunni dalam aqidah, fiqih, dan tashawufnya. Demikian pula al-Azhar, pengajarannya mengacu kepada Asy’ariah dalam aqidah, fiqih mazhab, serta akhlak tashawuf. Identitas Sunni ini tetap dilestarikan hingga kini.
Sebagai institusi keislaman, al-Azhar juga bertanggung jawab atas penjagaan aqidah Islam dari pemahaman yang melenceng. Para ulama al-Azhar dari waktu ke waktu terus berusaha melindungi umat dari pemahaman dan firqah yang tidak sesuai dengan Ahlu Sunnah wal-Jama’ah. Tak heran, para ulamanya terus berupaya untuk meluruskan pemahaman-pemahaman yang salah, termasuk terhadap ajaran Syiah.
Hal ini telah dilakukan oleh Syaikh al-Azhar, Jad al-Haq. Dalam Bayan li an-Nas min al-Azhar asy-Syarif dijelaskan tentang kelompok-kelompok Syiah serta ajaran-ajarannya yang menyimpang.
Sedangkan Syaikh Hasanain Makhluf selaku mufti dalam fatwanya yang diterbitkan Dar al-Ifta al-Mishriyah membagi kelompok-kelompok Syiah. Secara umum ada tiga kelompok, yaitu:
Pertama, ghulat Syiah (Syiah ekstrim). Kelompok ini menyematkan sifat uluhiyah kepada Sahabat Ali RA sehingga dinyatakan keluar dari Islam.
Kedua, Syiah Zaidiyah. Kelompok ini yang mengambil masalah fiqih mayoritas dari mazhab yang paling dekat dengan Sunnah.
Ketiga, Syiah Imamiyah. Kelompok ini mengklaim bahwa Rasulullah SAW bersabda mengenai kekhalifahan Sahabat Ali RA setelah beliau. Dengan demikian, mereka mencela para Sahabat. Syiah Imamiyah juga memiliki ajaran menyimpang lainnya seperti keyakinan ma’shum atas diri orang selain para nabi, pembatasan imamah hanya untuk Ahlul-Bait, mensucikan tanah Karbala, dan menjadikan hari Asyura sebagai hari berduka. (Fatwa Dar al-Ifta al-Mishriyah no 679, Dzulhijjah, th 1367)
Di kesempatan lain, Syaikh Hasanain Makhluf juga berfatwa tentang Syiah Ismailiyah yang merupakan sekte di luar Islam, karena menghalalkan hal-hal yang telah dilarang Islam. (al-Fatawa asy-Syar’iyah wa al-Buhuts al-Islamiyah, hal 72-74)
Pendekatan Antar-Mazhab
Pada tahun 1948, Syaikh al-Azhar Mahmud Syalthut menggagas Taqrib al-Mazahib (pendekatan antar-mazhab). Sejatinya ini bukanlah untuk melegalkan penyebaran ajaran Syiah di wilayah-wilayah Sunni, juga bukan berarti berdiam diri dengan penyimpangannya. Dalam situs Dzakirah al-Azhar, yang merupakan situs resmi mengenai sejarah dan dokumentasi al-Azhar, dijelaskan tentang tujuan taqrib sebagai berikut:
“Dan hendaklah seruan taqrib antar-mazhab tidak untuk menjadikan umat Islam dalam satu mazhab, maka tetaplah penganut Syiah sebagai Syi’i dan penganut Sunni sebagai Sunni, dan mengarahkan seluruhnya kepada prinsip saling menghormati pendapat yang didukung oleh dalil.”
Yang perlu digarisbawahi di sini adalah pernyataan,”…mengarahkan seluruhnya kepada prinsip saling menghormati pendapat yang didukung oleh dalil.” Hal itu sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Mahmud Syalthut ketika memberi pengantar pada buku al-Islam bila Mazhab karya Musthafa asy-Syak’ah. Ketika berbicara mengenai taqrib, Mahmud Syalthut menyatakan bahwa sejatinya al-Qur`an dan Sunnah Shahihah merupakan sumber dari aqidah, sedangkan penyimpangan terjadi karena kebodohan. Maka ketika ilmu menyebar maka hilanglah ashabiyah dan penyimpangan. (al-Islam bila Mazhab, hal 26)
Dengan adanya taqrib, kritik-kritik terhadap ajaran Syiah yang tidak sejalan dengan dalil serta prinsip penghormatan terhadap Sunni justru dilakukan terutama oleh para ulama penggerak taqrib.
Syaikh al-Azhar Abdul Majid Salim, yang merupakan anggota dalam majelis Taqrib al-Mazahib sejak sebelum diangkat menjadi Syaikh al-Azhar dan setelahnya, dalam fatwanya melarang seorang Muslimah menikah dengan penganut ajaran Druze. Ini adalah salah satu sekte Syiah yang telah keluar dari Islam. (Fatwa Dar al-Ifta, no 82, 8 Ramadhan 1303 H)
Baca: Sikap Al-Azhar Mesir tentang ‘Taqrib’ Sunni-Syiah
Syaikh Muhammad Abu Zuhrah yang juga anggota majelis Taqrib al-Mazahib juga mengkritik ajaran-ajaran Syiah dalam karyanya yang berjudul Imam Ja’far ash-Shadiq. Buku yang berisi tentang biografi salah satu ulama mujtahid ini ditanggapi oleh seorang tokoh Syiah dari Lebanon.
Mufti Mesir, Syaikh Jad al-Haq, yang memiliki lembaga khusus mengenai taqrib di kantornya, juga menjelaskan tentang kelompok-kelompok Syiah serta ajaran-ajarannya yang menyimpang. Hal ini antara lain bisa dibaca dalam karyanya yang berjudul Bayan li an-Nas min al-Azhar asy-Syarif.
Dalam tataran praktik, al-Azhar menolak upaya penyebaran Syiah di Mesir. Sebagaimana pada 3 Desember 2006, Majma al-Buhuts al-Islamiyah al-Azhar mengeluarkan larangan penyebaran beberapa buku Syiah. Di antaranya buku berjudul Malhamah al-Husainiyah karya Murtadha al-Muthahari, juga majalah Ahlul-Bait. Hal itu dilakukan dalam rangka menjaga aqidah Islam.* [Suara Hidayatullah]