Hidayatullah.com– Komisi I DPR terbuka untuk melakukan revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jika banyak masukan. UU ITE kembali menjadi sorotan publik setelah putusan Mahkamah Agung (MA) menolak peninjauan kembali (PK) Baiq Nuril.
“Terbuka lah, kalau banyak masukan,” ujar Ketua Komisi I DPR, Abdul Kharis Almasyhari, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (08/07/2019).
Akan tetapi, Kharis memastikan revisi UU tersebut tidak bisa diselesaikan pada periode sekarang.
Sebab, masa jabatan anggota DPR berakhir pada 30 September 2019, sedangkan pembahasan revisi UU sangat lama.
“Tapi ini waktu udah enggak memungkinkan untuk merevisi. Butuh waktu. Kita juga realistis juga. Oktober udah periode akan datang. Kita juga harus ngitung juga. Nanti kalau mau nampung juga sama aja kan,” sebutnya.
Menurutnya, sampai saat ini belum ada usulan Komisi I DPR untuk merevisi UU ITE.
“Sampai hari ini belum ada rencana mengusulkan. Mungkin nanti perlu. Kita lihat, kan baru mulai berlaku juga,” katanya.
Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) juga telah memberikan komentar terkait revisi UU ITE.
“UU ITE ini sangat penting untuk menjaga kehormatan warga negara yang didzalimi melalui kepentingan-kepentingan tidak benar dan menyebarkannya secara tidak bertanggung jawab,” sebutnya kemarin kutip INI-Net.
Hal berbeda disampaikan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang mengusulkan agar pasal karet dalam UU ITE dihapuskan.
“Daripada memberikan amnesti kepada 1 orang. Sebaiknya UU ITE dihapus pasal karetnya. Terbitkan Perpu ITE, habis perkara. Selama ada pasal karet UU ITE selama itu juga rakyat terancam dan presiden jadi pemberi maaf. Bukan ide yang bagus,” ungkapnya.
Baiq Nuril, wanita asal NTB, tetap dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta. MA menyatakan Baiq Nuril bersalah dan dijerat dengan UU ITE karena melakukan perekaman ilegal.*