The Kashmir Files, propaganda terbaru yang didukung partai penguasa India, bertujuan untuk menghasut para fanatik Hindu untuk terus mendiskriminasi dan menindas umat Islam
Hidayatullah.com — Saat lampu mulai menyala dan credit title film The Kashmir Files mulai bergulir, seorang pria Hindu berdiri dan berteriak di depan para penonton bioskop: “Tembak para pengkhianat.” “Matilah orang Islam.” “Kami akan balas dendam.”
Tidak lama, suara-suara lain bergabung dengannya. Teriakan kebencian mereka dengan cepat mengubah bioskop itu menjadi unjuk rasa anti-Muslim yang mematikan. Gerombolan itu dibuat gila oleh film kontroversial yang baru saja mereka tonton. Terkadang, slogan-slogan Islamofobia juga mereka teriakkan di jalan.
Ini adalah adegan-adegan yang mengganggu, direkam dalam video dan dibagikan di media sosial, yang terjadi di bioskop seluruh penjuru India yang menayangkan The Kashmir Files. Drama berbahasa Hindi, yang dirilis awal bulan ini, telah meraup sukses besar di box-office – bahkan ketika itu memecah belah penonton India.
Bagi para pembelanya, film ini adalah penggambaran luar biasa oleh Bollywood atas salah satu bab tergelap dalam sejarah India modern: eksodus sekitar 100.000 umat Hindu dari Lembah Kashmir menyusul pemberontakan pada tahun 1990. Perdana Menteri Narendra Modi telah memberikan dukungan dan Partai Bharatiya Janata (BJP) yang menguasai pemerintah telah secara aktif berusaha untuk mempromosikannya.
Tetapi para pengkritik menyebut film The Kashmir Files sebagai propaganda hasutan yang berupaya memicu kebencian terhadap Muslim dan mempersenjatai agenda nasionalis Hindu BJP. Singapura, UEA dan Qatar bahkan telah melarang pemutaran film tersebut, menurut sutradara Vivek Agnithori.
Eksodus massal
Puluhan ribu Hindu Kashmir, juga dikenal sebagai Pandit, meninggalkan Lembah Kashmir yang mayoritas Muslim antara bulan Januari dan Maret 1990 di tengah kekerasan akibat merebaknya pemberontakan separatis yang terus berlangsung hingga hari ini.
Dihadapkan dengan serangan dan ancaman terhadap kehidupan mereka, banyak Pandit melarikan diri dari wilayah tersebut dengan pakaian di punggung mereka – meninggalkan tanah leluhur, rumah, bisnis, dan harta benda. Beberapa berakhir miskin di kamp-kamp untuk pengungsi internal.
The Kashmir Files menggambarkan eksodus massal ini sebagai tindakan genosida – istilah yang sejak lama digunakan kelompok Hindu sayap kanan pendukung perjuangan Pandit menggambarkan peristiwa tersebut – yang dilakukan oleh militan Islam.
“Menjelekkan Muslim Kashmir tidak membantu para Pandit … kebencian memecah belah dan membunuh”
Shashi Tharoor, politisi oposisi
BJP, partai penguasa India, telah melemparkan dukungannya kepada film ini. Salah satu menteri Hardeep Singh Puri di Twitter mengatakan bahwa “penggambaran dan penceritaan sensitif (oleh film) melakukan keadilan penuh terhadap penderitaan Kashmir”.
Anggota BJP, perusahaan afiliasi, dan perguruan tinggi telah berlomba-lomba menggelar pemutaran The Kashmir Files, karena beberapa negara bagian yang dikuasai partai telah membebaskan pajak tiket bioskop khusus untuk film tersebut. Bahkan sampai tahap di mana para pegawai pemerintah didorong mengambil cuti untuk menontonnya.
Dr Shakti Bhan Khanna, seorang ginekolog dan Pandit Kashmir, mengatakan film tersebut “100 persen benar” dengan pengalamannya melarikan diri dari wilayah itu beberapa dekade lalu dan “menunjukkan peristiwa persis seperti yang terjadi”.
“Kepada mereka yang mengatakan itu menjelekkan Muslim Kashmir, yang bisa saya katakan adalah jika seseorang disiksa, ada seseorang yang melakukan penyiksaan,” katanya.
Sikh, Muslim dan Kristen ‘Hidup dalam ketakutan’
Namun, pihak lain menuduh film tersebut memicu sentimen anti Muslim, revisionisme, ketidakakuratan faktual dan mengabaikan alasan kompleks dan beragam di balik eksodus massal.
Kritikus film, Rahul Desai, menggambarkan film tersebut sebagai “kata-kata kasar fantasi-revisionis yang kurang jelas, tidak terampil, dan tidak masuk akal, di mana setiap Muslim adalah seorang Nazi dan setiap Hindu, seorang Yahudi.” Itu adalah propaganda yang berusaha hanya untuk menyesuaikan dengan suasana nasionalis Hindu bangsa, lanjutnya.
Adanya kekhawatiran kalau film tersebut mungkin memicu kekerasan membuat kepolisian New Delhi meningkatkan keamanan di beberapa lingkungan. Bahkan seorang jurnalis Muslim, yang tidak ingin namanya disebutkan, yang tinggal di ibu kota mengaku dia khawatir film itu akan “memicu pembantaian Muslim” karena sangat provokatif.
Mehru Jaffer, seorang sejarawan dan penulis India, mengatakan bahwa dia menyambut baik diskusi publik tentang “periode memalukan” dari sejarah Kashmir yang merupakan eksodus Pandit, tetapi ia menyesalkan adanya politisasi terhadap film tersebut yang tidak berusaha “untuk mengobati luka lama [dan] menyarankan cara untuk bersatu”.
“Film ini bukan tentang tragedi yang dialami Pandit tapi tentang nasionalisme Hindu,” katanya. “Ini adalah film bermotivasi politik yang dalam jangka panjang dapat merugikan India lebih dari menyembuhkan garis patahan yang sudah ada.”