Hidayatullah.com– Seorang pria kelahiran Iran warga negara Norwegia, hari Kamis (4/7/2024), dihukum bui 30 tahun setelah dinyatakan bersalah dalam dakwaan terorisme atas aksi penembakan yang dilakukannya pada acara pawai LGBT di Oslo tahun 2022.
Dua orang tewas dan sembilan lainnya terluka serius dalam penembakan yang dilakukan di tiga lokasi, salah satunya di luar bar kaum gay populer London Pub, pada 25 Juni 2022.
Pengadilan Distrik Oslo mengatakan Zaniar Matapour melepaskan 10 putaran tembakan dari senapan mesin dan delapan tembakan dari pistol ke arah keramaian. Dia kemudian berhasil diringkus oleh kerumunan orang di sekitar lokasi kejadian.
Pengadilan mengatakan Matapour telah bersumpah setia kepada kelompok ISIS alias IS dan telah “teradikalisasi selama beberapa tahun”.
Hukuman 30 tahun penjara itu merupakan hukuman terberat sejak Norwegia mengubah UU terorisme pada 2015.
Matapour berhak mengajukan pembebasan bersyarat setelah 20 tahun tetapi hanya dapat dibebaskan jika dianggap tidak lagi berbahaya.
Jaksa penuntut Aud Kinsarvik Gravås menyambut baik keputusan hakim yang menjatuhkan hukuman terberat kepada terdakwa.
Pengacara Matapour, Marius Dietrichson, mengatakan hukuman tersebut “sangat berat” dan pihaknya belum memutuskan apakah akan mengajukan banding.
Materi video terkait penyerangan tersebut ditunjukkan di pengadilan dalam jumlah cukup banyak. Vonis hukuman tersebut tidak dibacakan di pengadilan tetapi dikirimkan secara elektronik. Matapour akan mendengarkan putusan tersebut dibacakan di penjara, kata pengadilan seperti dilansir Associated Press.
Selama persidangan, baik jaksa maupun pembela sepakat bahwa Matapour melepaskan tembakan ke arah kerumunan dan tidak ada perbedaan pendapat bahwa penembakan itu bermotif teror.
Namun, Dietrichson meminta pembebasan, dengan mengatakan kliennya telah diprovokasi untuk melakukan serangan oleh agen E-Tjenesten yang menyamar dan berpura-pura menjadi anggota senior kelompok ISIS.
Matapour mengaku tidak bersalah atas dakwaan. Dia diperiksa oleh psikiater yang ditunjuk pengadilan yang menyimpulkan bahwa dia waras pada saat penyerangan terjadi.
Enam hari sebelum serangan, badan intelijen luar negeri Norwegia, E-Tjenesten, mengetahui dari seorang agen yang menyamar bahwa kemungkinan akan ada serangan yang dilakukan di negara Nordik itu dan informasi tersebut kemudian diteruskan ke dinas intelijen dan keamanan dalam negeri.
Pengadilan mengatakan bahwa “jelas bahwa E-Tjenesten tidak melakukan provokasi ilegal” dan “tidak memprovokasi tindakan terorisme”.
Persidangan berlangsung mulai bulan Maret dan berakhir pada 16 Mei.
Empat tersangka lain terseret dalam kasus itu, tetapi sampai saat ini mereka belum ditetapkan sebagai terdakwa.
Norwegia tergolong negara yang aman di kawasan Eropa. Namun, kurun dekade terakhir mengalami aksi penembakan oleh individu yang memiliki ideologi ekstremis. Pada tahun 2011, ekstremis sayap kanan anti-Islam dan anti-orang asing Anders Behring Breivik yang sekarang berusia 45 tahun, membunuh 69 orang dan melukai ratusan orang lain di Pulau Utoya setelah memasang dan meledakkan bom di Oslo yang menewaskan 8 orang. Breivik, berdasarkan hukuman yang berlaku ketika diputuskan, hanya diganjar penjara maksimal 21 tahun. Dia berpeluang dibebaskan dini apabila dinilai berperilaku baik dan tidak lagi berbahaya, tetapi dapat diperpanjang per lima tahun selama dia masih dinyatakan berbahaya.
Di Norwegia, hukuman penjara seumur hidup hanya diberikan oleh pengadilan militer.*