Hidayatullah.com–Mantan tokoh garis keras Kristen Michel Aoun secara mengejutkan memenangi pemilu putaran ketiga di Libanon yang digelar Minggu (12/6). Kemenangan Aoun itu merupakan pukulan telak bagi aliansi oposisi yang memimpin kampanye pengusiran tentara Suriah.
Hasil penghitungan awal menunjukkan aliansi Aoun dengan mantan sekutu-sekutu Suriah menyapu bersih kursi di wilayah pemilihan yang disediakan bagi warga Kristen di Gunung Libanon dan Lembah Bekaa.
"Saya mengakui kemenangannya," kata pemimpin Druze Walid Jumblatt, tokoh utama oposisi anti-Suriah yang juga terpilih dengan mulus di wilayah pemilihannya di pegunungan Shouf, Beirut tenggara.
"Ekstremis Kristen telah mengalahkan (ektremis) moderat," kata Jumbblat.
Dia menuduh Aoun melayani kepentingan-kepentingan Suriah. Sebaliknya, Aoun menuding Jumbblat sebagai orang yang berbahaya. "Dia tidak percaya pada demokrasi," kata mantan jenderal yang memimpin pemerintahan militer di hari-hari terakhir perang saudara 1975-1990 dan kemudian diasingkan oleh Suriah.
Hasil resmi yang diperkirakan akan keluar kemarin atau hari ini akan memberikan gambaran yang jelas mengenai bentuk parlemen mendatang. Dari 128 kursi yang tersedia, kini tinggal tersisa 28 kursi yang akan diperebutkan dalam putaran terakhir, Minggu (19/6).
Persaingan sengit antara Arus Patriotik Bebas pimpinan Aoun dan aliansi oposisi untuk pemilih Kristen telah memicu tingginya tingkat kehadiran pemilih di daerah-daerah pemilihan. Bahkan, di distrik yang diwakili Aoun, tingkat kehadiran mencapai 62%.
Media-media lokal menilai kemenangan Aoun itu sangat penting bagi warga Kristen untuk berperan dalam panggung politik Libanon yang majemuk.
"Aoun membawa warga Kristen ke dalam permainan politik. Kini semua pemeluk (agama) telah diwakili," tulis harian sayap kiri As-Safir mengenai komposisi komunitas Druze, Syiah, Sunni, yang semuanya muslim dan komunitas Kristen.
"Melihat hasil yang telah diumumkan sejauh ini, kita bisa katakan warga Kristen akhirnya memiliki pemimpin," tulisnya.
Namun, surat kabar anti-Suriah an-Nahar mengingatkan, "Kini Libanon punya dua pilihan, yakni rekonsiliasi atau ekstremisme." (afp/mi)