Hidayatullah.com—Mahkamah Agung Australia hari Rabu (9/2/2021) mengukuhkan undang-undang yang menyatakan narapidana terorisme dapat dikurung lebih lama meskipun mereka telah menjalani masa hukumannya.
Lima dari tujuh hakim agung menolak gugatan terpidana terorisme Abdul Benbrika yang masih tetap dikurung dalam sebuah penjara di negara bagian Victoria meskipun masa hukuman 15 tahun yang dijalaninya sudah habis pada bulan November 2020.
Pemuka Muslim berusia 60 tahun itu merupakan “ekstremis” pertama yang dibui dengan menggunakan apa yang disebut penahanan preventif berdasarkan undang-undang antiteror buatan tahun 2017.
Australia memberlakukan peraturan hukum itu saat jumlah ekstremis yang dijebloskan ke penjara berkaitan dengan dakwaan terorisme bertambah dan muncul kekhawatiran di masyarakat ketika masa hukuman terpidana terorisme paling mengerikan akan segera berakhir.
Benbrika divonis bersalah pada tahun 2009 dengan dakwaan menjadi pemimpin dan anggota sebuah sel teroris di Melbourne. Dia merupakan satu dari 12 pria di Melbourne dan Sydney yang divonis bersalah dalam dakwaan merencanakan serangan terhadap sejumlah target termasuk perdana menteri dan sebuah laga Melbourne Australian Rules Football. Tidak satupun serangan yang dituduhkan itu benar-benar terjadi.
Berdasarkan UU Antiteror 2017, terpidana kasus terorisme dapat dikurung 3 tahun lebih lama dari masa hukuman apabila seorang hakim memberikan perintah penahanan kepada pemerintah federal.
Perintah penahanan itu dapat diperpanjang untuk masa tiga tahun kurungan lagi apabila terpidana masih dianggap berbahaya bagi keamanan masyarakat.
Tim kuasa hukum Benbrika mengatakan penahanan berkepanjangan kliennya merupakan pelanggaran hukum, sebab penahanan paksa di Australia bisa diberlakukan hanya untuk kondisi luar biasa, seperti terpidana mengalami gangguan mental atau penyakit menular.
Mayoritas hakim agung menyatakan bahwa melindungi masyarakat dari serangan teror layak dianggap sebagai kondisi luar biasa yang dimaksud.*