Hidayatullah.com– Jika menurut Anda Jakarta adalah kota yang memiliki tingkat lalu lintas paling semrawut, sepertinya harus dipikir ulang.
Ya, pasalnya ada kota yang lebih semrawut lagi, yakni, Dhaka, Bangladesh. Bagaimana tidak, setiap kendaraaan, baik mobil pribadi, bus, maupun sepeda motor menyalip dengan seenaknya, bahkan dengan kecepatan tinggi.
Menurut pantauan hidayatullah.com, sepertinya semua pengemudi ingin bergegas sampai tujuan.
Tak hanya itu, semua juga saling membunyikan klakson, walaupun jarak antara satu kendaraaan dengan yang lain cukup jauh.
Bagi yang tidak terbiasa, tentu itu membuat bising. Namun, bagi masyarakat Bangladesh, itu hal yang lumrah.
“Ya, beginilah setiap hari, semua orang yang berkendara membunyikan klakson,” kata supir yang membawa kami menuju sebuah hotel tempat menginap.
Selain itu, sepanjang jalan sangat jarang sekali marka jalan. Seperti larangan parkir di badan jalan (P), dilarang berhenti (S), ataupun zebracross.
Anehnya, jika kendaraan mereka saling tersenggol, tidak ada pengemudi yang marah dan mengotot.
Awak media ini juga tidak melihat garis pemisah kendaraan di jalan raya, seperti halnya di Indonesia.
Kemacetan juga terjadi di banyak jalan protokol Bangladesh. Tapi kami tidak pernah melihat polisi lalu lintas yang mengurai kemacetan.
“Polisi di Bangladesh tidak bekerja untuk itu,” kata Ruhul, pemandu kami selama di Cox’s Bazar, Bangladesh.
Di Cox’s Bazar juga tidak ada lampu lalu lintas dan pos polisi. Bahkan tidak ada pengendara sepeda motor yang memakai helm, baik yang sendiri maupun yang berboncengan bertiga sekalipun.
“Tidak masalah tanpa helm,” kata Murad, warga Bangladesh yang menemani kami yang merasakan sendiri saat dibonceng bertiga melewati polisi dan tidak ditegur, apalagi ditilang.
Baca: Di Makkah Antar Anak ke Sekolah dengan Motor Melanggar Lalu Lintas
Jika Anda keluar dari Bandara Internasional Dhaka, jangan kaget jika bus-bus yang berlalu lalang seperti kondisi Jakarta antara tahun 1980 dan 1990-an. Tidak hanya bus, truk yang berlalu lalang juga buatan tahun 80-90an.
Demikian juga dengan angkutan umum, yang biasa dikenal dengan Tom Tom. Kendaraaan ini sejenis bajaj atau bentor di Medan. Tom Tom menggunakan gas dan ada juga yang di-charge. Hal ini tidak membuat polusi udara.*