oleh: Busra Nur Bilgic
PEMBENTUKAN komite untuk membangun konstitusi baru bagi Suriah telah memasuki fase terakhirnya, menteri luar negeri Turki mengatakan pada Kamis seperti yang dilaporkan harian Daily Sabah Kamis 14 Maret 2019.
“Melengkapi proses (perundingan) Jenewa, Astana telah menghasilkan hasil nyata dalam mengurangi kekerasan dan mempercepat proses politik, dan upaya bersama kita telah membawa [kita] ke fase final pembentukan komite konstitusional,” Mevlut Cavusoglu mengatakan dalam konferensi Mendukung Masa Depan Suriah dan Wilayah di Brussels.
Cavusoglu mengatakan tujuan utama masyarakat internasional adalah mengakhiri peperangan dan tragedi kemanusiaan berusia delapan tahun di Suriah.
Menyusul pembentukan komite yang seimbang, pemilihan umum yang bebas dan adil serta reformasi konstitusional di bawah pengawasan PBB menjadi mungkin, tambahnya.
Cavusoglu juga menekankan pentingnya proses perdamaian Astana untuk membangun kepercayaan dengan memfasilitasi pembebasan bersama tahanan yang ditahan rezim dan oposisi.
“Wilayah de-eskalasi Idlib merupakan sebuah kesuksesan dalam mencegah tragedi kemanusiaan lain dan aliran pengungsi baru ke Turki dan Eropa,” katanya, menambahkan bahwa Turki bertekad untuk tetap menjaga ketenangan di kota barat laut Suriah itu meskipun adanya provokasi-provokasi.
September lalu, sebuah pertemuan antara pemimpin Turki dan Rusia menghasilkan kesepakatan untuk mendirikan zona demilitarisasi di Idlib.
Di bawah kesepakatan itu, kelompok-kelompok pejuang oposisi di Idlib tetap berada di daerah-daerah mereka telah hadir, sementara Rusia dan Turki melakukan patrol bersama di wilayah tersebut untuk mencegah pertempuran baru.
Baca: Pengungsi Suriah di Turki bisa Mencapai 5 Juta dalam 10 Tahun
Keputusan mundur AS
Cavusoglu mengatakan keputusan Washington untuk menarik atau mengurangi pasukannya di Suriah membawa tantangan baru.
“Kita harus memastikan bahwa kekosongan kekuasaan dicegah dan organisasi teroris seperti ISIS, PYD/YPG dan rezim [Suriah] tidak dapat mengeksploitasi keadaan ini,” katanya.
Turki telah bertekad untuk tidak membiarkan YPG – kelompok cabang Suriah kelompok PKK, yang bertanggungjawab atas 40,000 kematian selama 30 tahun terakhir – mendirikan koridor teror di Suriah, di sepanjang perbatasan Turki.
Proses penarikan diri AS harus menghormati integritas wilayah dan persatuan politik serta kekhawatiran keamanan Turki, katanya, sembari menambahkan bahwa Turki akan terus bekerja dengan AS dan aktor-aktor lain di Suriah.
“Kami tentu saja tidak akan berdiam diri jika kelompok teroris berupaya untuk menyerang kami dari sisi lain perbatasan Suriah, dan kami telah membuktikan tekad kami untuk melawan terorisme yang berasal dari Suriah melalui operasi Euphrates Shield dan Olive Branch,” tambahnya, merujuk pada dua operasi kontra-teroris Turki yang sukses sejak 2016.
Cavusoglu juga menyampaikan keinginan Turki untuk “Suriah yang stabil, makmur dan demokratis yang menjaga kesatuan politik dan integritas wilayah” dan keinginan untuk bekerja sama dengan anggota-anggota komunitas internasional, Uni Eropa dan PBB.
Baca:Pengungsi Suriah di Turki bisa Mencapai 5 Juta dalam 10 Tahun
‘650,000 pengungsi Suriah belajar di Turki’
Cavusoglu mengatakan krisis Suriah terus berlanjut dengan “penderitaan manusia yang tak tertahankan” dan lebih dari 5.6 juta orang telah meninggalkan negara itu demi mencari keamanan di negara-negara tetangga, terutama Turki, Libanon dan Jordania, menteri luar negeri Turki itu mengatakan dalam konferensi Mendukung Masa Depan Suriah dan Wilayah di Brussels seperti yang dilaporkan harian Daily Sabah Kamis 14 Maret 2019.
Banyak negara yang tidak peduli terhadap masalah pengungsi, katanya, sedangkan Turki membuka perbatasannya untuk 3,6 juta pengungsi, bersama dengan Libanon dan Jordania.
Tuki menampung sekitar 3,5 juta pengungsi Suriah, lebih banyak dari negara manapun di dunia.
“Saya hanya ingin berbagi angka-angka tentang pendidikan, yang kami prioritaskan bersama dengan Uni Eropa dan PBB. Karena upaya kami, sekitar 650.000 dari 1 juta anak-anak [Suriah] usia sekolah dapat mengenyam pendidikan. Dan dalam kurun waktu dua tahun, kami menggandakan tingkat [kehadiran’ dari 30 persen menjadi 62 persen,” jelasnya.
Menambahkan bahwa Turki tidak akan dapat memikul tanggungjawab ini sendiri, tambahnya: “Lebih dari 300 WN Suriah lahir di Turki setiap hari dan lebih dari 400.000 WN Suriah telah lahir di Turki dalam kurun tujuh hingga delapan tahun terakhir.”
“Kami mengapresiasi dukungan masyarakat internasional, meskipun dibandingkan tantangan yang ada, kontribusi itu masih kecil,” tambahnya.
Baca:Turki Tambah Pasukan, Mengirim Tank ke Perbatasan Suriah
‘Solusi yang lebih cepat’
Sejauh ini, lebih dari 320.000 WN Suriah telah kembali ke wilayah-wilayah yang telah dibebaskan dari terorisme oleh operasi Turki.
Selain itu Cavusoglu juga mengungkit bantuan yang dijanjikan Uni Eropa untuk para pengungsi Suriah di Turki.
“Fasilitas-fasilitas untuk pengungsi di Turki telah menjadi contoh yang baik dari apa yang dapat kita capai ketika Turki dan UE bekerja sama,” katanya, “Namun hanya 2 miliar dari 3 miliar Euro pertama [seperti yang dijanjikan UE] yang sampai ke Turki. Kami harus mencari solusi yang lebih cepat dan lebih baik.”
Pada Maret 2016, UE dan Turki menyepakati perjanjian untuk mengambil tindakan yang lebih ketat terhadap para penyelundup manusia dan mencegah imigrasi tidak teratur melalui Laut Aegea dan meningkatkan kondisi pengungsi Suriah di Turki, dengan UE menjanjikan €6 miliar ($6.8 miliar) untuk membantu Turki merawat jutaan pengungsi yang ditampungnya.
Turki telah memprotes kegagalan UE dalam mengirim bantuan yang dijanjikan.
Suriah telah terperangkap dalam perang sipil mengerikan sejak awal 2011, ketika rezim Assad dengan keras merespon demonstrasi pro-demokrasi.
Sejak itu, ratusan ribu orang telah terbunuh dan lebih dari 10 juta lainnya telah mengungsi secara internal maupun eksternal, berdasarkan laporan PBB.*
Artikel ditulis di Anadolu Agency, diterjemahkan Nashirul Haq AR