Hidayatullah.com–Dari jalan itu kelihatan banyak kesemrautan toko di tengah simpang siur jalan beton ke pusat keramaian kota Athena. Di sepanjang tangga, di sebuah basement yang bercampur bau busuk, orang-orang Islam di ibukota Yunani sedang menjawab panggilan sholat.
Di tempat sementara, yang selama ini dijadikan masjid, seorang imigran asal Pakistan menceriterakan suatu perjalanan dari cerita al-Qur’an ketika kelompoknya –dari sebuah pegunungan di Albania menuju padang pasir Sudan– berlutut pada sebuah permadani uap. Ini merupakan pengalaman sehari-hari sebuah masyarakat Islam yang terus tumbuh lebih dari 100.000 orang dan tinggal di satu-satunya ibukota Eropa, tanpa suatu tempat sah dan resmi untuk sholat.
“Kami ingin tempat beribadah sendiri,” kata Anwar Iqbal, pria yang telah lama meninggalkan Karachi, Pakistan, dan telah tujuh tahun tinggal di Yunani, ” tetapi kami tahu tak ada cara sama sekali untuk menuntut itu.”
Sebuah solusi datang dalam wujud suatu masjid agung baru untuk dibangun pada waktu Olimpiade musim panas berikut yang akan diadakan di Athena. Hanyalah sejarah penuh kesukaran suatu diskriminasi yang mendalam dan patut digaris bawahi bahwa orang Islam mengaatakan telah merasakan hidup di negeri kaum ortodox Kristen ini. Kontroversi juga ditunjukkan pemerintah Yunani, guna menyesuaikan kelompok pendatang baru yang semakin banyak terutama sekali pendatang Islam.
Angka pertumbuhan orang Islam di Yunani kini sedang meningkat, terutama di tahun-tahun terakhir sebagai gelombang efek dari migrasi ekonomi yang telah menyapu ke seberang perbatasan dari timur menuju uni Eropa. Ronald Meinardus, suatu ilmuwan politis yang mengkhususkan isu-isu minoritas, mengatakan, pendatang baru sudah menemukan diri mereka sejak permulaan zaman pahit hubungan antara Kristen Yunani dan orang-orang Islam dari Turki.
“Negara Yunani diciptakan bertentangan dengan orang Islam Ottoman. Dan oposisi ini ditempelkan dalam memori kolektif mereka,” kata Meinardus. “Islam selalu dihubungkan dengan bahaya dari Timur, yang mana kemudian menciptakan ketidaktoleranan ini.”
Seperti rencana semula, semenjak 20 tahun lalu, dari Athena akan dibangun sebuah masjid. Namun rencana itu telah ditentang oleh penganut gereja ortodox Yunani yang mengakui menguasai hampir 97 persen populasi penduduk dan memegang kekuasaan politik. Uskup Christodoulos baru-baru ini pernah mengatakan sinyal keberatan terhadap rencana itu. “Masyarakat tidaklah disiapkan untuk melihat suatu menara (masjid) ke dalam pusat keramaian kota Athena.”
Pemerintah sadar akan kepekaan gereja, dan menggeser lokasi yang diusulkan menuju kota Peania di pinggiran kota yang amat jauh, 14 mil di barat kota Athena yang sangat dekat dengan pelabuhan udara. Tetapi di sanapun, masih harus menghadapi banyak kesulitan dan gangguan.
Walikota lokal Paraskevas Papacostopoulos, tempat yang diusulkan sebagai lokasi itu memberikan pandangannya serupa seputar ketidaksetujuan pembangunan masjid. “Tak seorangpun minta kita jika kita ingin ini. Hampir semua orang melawan terhadap mesjid,” katanya.
Papacostopoulos telah mencari alasan menyetop pekerjaan pembangunan setelah datang beberapa draf keberatan kelompok anti-pembangunan masjid. Ia mengatakan, pemilihan lokasi itu sebagai bentuk kesewenang-wenangan. Asalasannya, “Tidak ada orang Islam di Peania,” ujarnya.
Beberapa orang Islam sendiri merasa tidak senang dengan solusi lokasi Peania. “Butuh dua jam pergi dengan bus,” kata Anwar, warga muslim asal Pakistan. “Tak seorangpun dapat pergi ke sana. Kita bekerja merindukan jam dan semua orang Islam yang saya ketahui tinggal di pusat-pusat kota di lingkungan seperti ini.”
Ketidakhadiran sebuah masjid sudah secara resmi Athena sejak Yunani berperang mengalahkan kekhalifahan Ottoman di tahun 1829. Orang-orang Islam terdahulu menjadikan musium sebagai masjid dan tempat peribadatan. Suatu tempat beribadatan tidak boleh dan tak bisa didirikan di Yunani tanpa suatu surat ijin resmi pemerintah.
Pejabat resmi Yunani mengaatakan bahwa tidak satupun 22 tempat ibadah diperkirakan telah melamar dan meminta izin resmi. Sebagian besar komunitas imigran Islam sangat takut akan menghadapi tindakan kekerasan atas aktivitas religius mereka jika mereka mengganggu keadaan yang dianggap status quo dengan cara pencarian pengenalan untuk masjid dengan tidak resmi, kata Anwar. “Pada saat mereka meninggalkan kita sendiri, dan kita merasa cemas itu dapat berubah jika kita membuat permintaan,” katanya. Menurutnya, masjid yang dianggap tidak sah akan diserahkan pada kebijakan pejabat lokal.
Menyadari akan tekanan dunia internasional pada Yunani dengan akan adanya Olimpiadeyang akan datang , pemerintah telah bersumpah untuk mengesampingkan keberatan banyak orang akan masjid. “Kita harus memastikan bahwa wakil orang Islam dan negara-negara penonton mempunyai hak untuk berlatih termasuk soal kebutuhan religius mereka,” ujar Menteri Luar Negeri George Papandreou.
Panayote Dimitras, dari lembaga hak azasi manusia Helsinki Monitor, memperingatkan pemerintah agar berhati-hati terhadad sisa-sisa seperempat dari imigran ibukota di dalam sebuah jaringan masjid yang dianggap ilegal. “Riset telah secara terus menerus menunjukkan mata rantai antar tempat beribadat tak diatur dengan kenaikan ekstrimis religius. Pemerintah harus mengambil inisiatip dalam memberi pengenalan tentang undang-undang.”
Sebagaimana kebanyakan masjid Indonesia, masjid Peania dibangun dan dibiayai oleh pemerintahan Saudi Arabia, yang oleh pemerintah Amerika Serikat selalu dituduhkan mempromosikan format Islam ekstrim.
Sotiris Roussos, dari Universitas Panteion Athena mengatakan, “Orang-orang ini belum pernah datang untuk tujuan politik, mereka datang untuk menemukan pekerjaan, tetapi mereka mempunyai kebutuhan rohani. Jika ini dilayani oleh seseorang dengan tidak ada latar belakang resmi, kemudian kita bisa mempunyai suatu masalah,” katanya.
Profesor Roussos mengatakan suatu masjid resmi dapat berperan dalam membentuk masyarakat menjauhkan dari sikap ekstrimis. Ia membantah bahwa seorang imam terhormat –yang akan ditugaskan oleh dewan komisaris Yunani dan yayasan dana asing– akan menjadi penyedia bagi orang Islam dan menjadi sumbu peledak kemarahan. (TCSM/cha)