Hidayatullah.com—Rosatom telah menghentikan pekerjaan pembangunan pembangkit nuklir pertama di Turki, kata para pejabat energi Turki hari Rabu (9/12/2015), menyusul ketegangan Ankara-Moskow setelah penembakan jatuh pesawat tempur Rusia oleh Turki.
Meskipun demikian, Rosatom –perusahaan milik negara Rusia– belum menghentikan kontrak penggarapan proyek senilai $20 miliar itu dan enggan melakukannya karena ada klausul kompensasi dalam jumlah besar, kata para pejabat Turki. Turki sedang mempertimbangkan calon-calon potensial yang dapat menggantikan Rosatom menggarap proyek itu, kata mereka kepada Reuters seperti dilansir Today’s Zaman.
Kemungkinan pembatalan proyek itu sepertinya tidak akan menimbulkan dampak langsung terhadap pasokan energi Turki, sebab pembangkit nuklir itu tidak direncakan untuk aktif sebelum tahun 2022. Selain itu, proyek tersebut sudah mengalami penundaan dikarenakan hambatan regulasi dan kesulitan finansial di pihak Moskow.
Bertekad untuk memangkas hampir seluruh ketergantungan energinya dari luar negeri, Turki tahun 2013 menggandeng Rosatom untuk membangun reaktor nuklir berkekuatan 1.200 megawatt.
“Menyusul penembakan jatuh pesawat tempur Rusia, proyek itu terpuruk ke dalam ketidakpastian yang masif,” kata seorang pejabat energi Turki. “Rusia sudah menginvestasikan $3,5 miliar dalam proyek tersebut.”
“Ada klausul-klausul dalam kontrak Akkuyu yang menyebutkan kompensasi dalam jumlah besar, jika terjadi pemutusan kontrak sepihak. Itu mengapa Rusia tidak mengambil langkah tersebut saat ini,” kata pejabat Turki itu, tanpa menjelaskan berapa kompensasi yang harus dibayar Moskow jika membatalkan kontraknya.
Hari Rabu kemarin, Rosatom menolak memberikan komentar, sementara sumber di perusahaan proyek Akkuyu mengatakan tidak tahu jika ada penghentian penggarapan proyek itu.
Akkuyu menjadi “korban” teranyar dari hubungan pahit Ankara-Moskow menyusul penembakan jatuh pesawat Rusia oleh Turki. Pekan lalu, Rusia mengatakan telah menghentikan pekerjaan persiapan dalam proyek jalur pipa TurkStream.
Para pejabat energi Turki mengatakan, jika Rusia menarik diri maka ada kandidat-kandidat lain. “Ada beberapa negara terkemuka yang berminat pada proyek ini,” kata seorang pejabat energi Turki lainnya. “Turki juga sudah memiliki rencana pembangunan pembangkit nuklir yang ketiga. Pastinya situasi politik ini menimbulkan kesulitan bagi Rusia yang membangunnya.”
Pada tahun 2013 pemerintah Turki memilih konsorsium Jepang-Prancis untuk membangun pembangkit nuklir kedua, yang diperkirakan nilainya mencapai $22 miliar.
Sementara itu, Wakil Perdana Menteri Turki Numan Kultumus menekankan bahwa Turki tidak tergantung pada Rusia dalam proyek pembangkit nuklirnya.
“Kami perlu untuk mengatakan dengan jelas bahwa kami tidak tergantung pada satu pintu dalam urusan ini, Turki bukanlah tahanan dari teknologi sebuah negara dalam soal pembangkit nulirnya,” kata Kultumus kepada kantor berita Anadolu seperti dilansir Hurriyet Rabu (9/12/2015).
“Kami tahu ada banyak negara, banyak perusahaan yang siap menanggapi permintaan Turki.”
“Saya tidak yakin bahwa Rusia akan dengan mudah melepaskan Akkuyu,” imbuh Kultumus.*