Hidayatullah.com—Edouard Philippe, bekas perdana menteri Prancis, sedang diselidiki oleh pengadilan tinggi Prancis terkait pengelolaan krisis Covid-19.
Pengumuman tentang pemeriksaan Philippe itu hanya beberapa jam setelah politisi itu mengundurkan diri dari jabatan perdana menteri untuk menjabat wali kota Le Havre, menyusul kemenangannya dalam pemilu lokal pekan lalu.
Philippe dituding “gagal menanggulangi bencana” dalam satu kasus yang dibuka oleh Cour de Justice de la République (CJR), pengadilan khusus dan satu-satunya di Prancis yang dapat mengadili pejabat pemerintahan berkaitan dengan tindakan mereka selama menjabat.
Mantan PM Prancis itu terancam hukuman penjara hingga dua tahun dan denda apabila dinyatakan bersalah, lapor Euronews Sabtu (4/7/2020).
Dia mengatakan akan membawa ke komisi investigasi semua jawaban dan informasi yang diperlukan guna memberikan pemahaman atas tindakan-tindakan yang dilakukannya selama menjabat.
Menteri Kesehatan Prancis Olivier Véran dan pendahulunya Agnès Buzyn, yang mundur dari jabatan menteri kesehatan pada bulan Februari untuk maju dalam pemilihan wali kota Paris, juga sedang diperiksa pihak berwenang dalam kasus yang sama.
Menkes Véran hari Sabtu lewat Twitter mengatakan bahwa dirinya merasa “terhormat” dapat menjadi menteri di bawah kepemimpinan Philippe menyusul pengundurannya dari kursi PM.
Presiden Emmanuel Macron tidak memberikan komentar mengenai kasus tertentu yang melibatkan Philippe, tetapi dia hari Jumat mengucapkan terima kasih atas baktinya selama tiga tahun menjabat.
Kasus tersebut dibuka setelah sejumlah dokter, pasien, petugas penjara, petugas kepolisian dan lainnya mengajukan 90 pengaduan –yang belum pernah terjadi sebelumnya– ke CJR dari pertengah bulan Maret, yang kebanyakan tentang kurangnya suplai alat perlengkapan diri dalam menghadapi wabah Covid-19. Padahal CJR biasanya hanya mendapatkan beberapa pengaduan dalam satu tahun. Dari 90 pengaduan itu 44 di antaranya ditolak dan 37 masih dikaji.
Saat ini Prancis merupakan negara dengan jumlah kematian Covid-19 kelima tertinggi di dunia, yang mencapai lebih dari 29.800 kasus.*