Hidayatullah.com–Hakim di Inggris hari Senin (4/1/2021) menolak permohonan ekstradisi pendiri situs WikiLeaks Julian Assange untuk menghadapi dakwaan di Amerika Serikat atas penerbitan ribuan dokumen rahasia AS sepuluh tahun silam. Hakim beralasan Assange kemungkinan akan melakukan bunuh diri apabila dijebloskan ke dalam penjara AS yang keras.
Meskipun menolak mengabulkan permintaan ekstradisi AS, hakim distrik Vanessa Baraitser menolak argumen Assange dan tim pembelanya bahwa pria Australia berusia 49 tahun itu menghadapi persekusi bermotif politik di AS yang menggerus proteksi hak kebebasan berbicara. Hakim berpendapat kondisi mental Assange yang rentan kemungkinan akan semakin parah apabila ditempatkan dalam “sel yang nyaris terisolasi sama sekali” di penjara AS.
Dengan kondisi mental Assange semacam itu, hakim berpendapat mengekstradisinya ke AS merupakan keputusan opresif.
Para pengacara yang mewakili pemerintah AS mengaku sangat kecewa dan mengatakan akan mengajukan banding atas keputusan tersebut, dan Departemen Kehakiman AS akan terus mengupayakan ekstradisi Assange.
Pengacara Assange mengatakan akan meminta kliennya segera dibebaskan dari penjara di London, di mana dia telah dikurung selama lebih dari 18 bulan, dalam persidangan permohonan pembebasan dari tahanan dengan jaminan hari Rabu, lansir Associated Press.
Assange, yang duduk membisu di kursi terdakwa tampak menyeka alisnya mendengar keputusan hakim tersebut. Sementara kekasihnya Stella Moris, yang memiliki dua putra kecil hasil hubungannya dengan Assange, tampak menangis.
Di luar pengadilan, Moris mengatakan keputusan itu merupakan langkah awal menuju keadilan, tetapi sekarang belum waktunya untuk perayaan.
“Saya berharap hari ini adalah hari Julian pulang ke rumah,” ujar wanita itu. “Tapi hari ini bukan harinya, saya harap hari itu akan datang segera.”
Tidak jelas apakah pemerintahan AS yang baru pimpinan Joe Biden nanti akan melanjutkan tuntutan terhadap Assange, yang diprakarsai oleh Presiden Donald Trump.
Pengacara Assange di Amerika Serikat, Barry Pollack, tim hukumnya sangat bersyukur dengan keputusan pengadilan di Inggris tersebut.
“Kami berharap setelah mempertimbangkan keputusan pengadilan Inggris itu, Amerika Serikat akan memutuskan untuk tidak melanjutkan kasus ini lebih jauh,” kata Pollack.
Moris mendesak Trump untuk memberikan pengampunan terhadap Assange sebelum dia mengakhiri masa jabatannya bulan ini.
“Bapak Presiden, runtuhkan tembok penjara ini,” ujarnya. “Biarkan putra-putra kecil kami bersama ayahnya.”
Jaksa penuntut AS mendakwa Assange dengan 17 tuduhan spionase dan satu penyalahgunaan komputer dalam kasus publikasi ratusan ribu dokumen rahasia milik pemerintah AS oleh WikiLeaks. Dakwaan-dakwaan itu apabila diakumulasikan dapat menjebloskan Assange ke penjara selama 175 tahun.
Tim pembela Assange berargumen bahwa dia bertindak sebagai seorang jurnalis dan berhak akan perlindungan kebebasan berbicara yang dilindungi Amandemen Pertama Konstitusi AS, ketika mempublikasikan dokumen yang mengungkap kejahatan-kejahatan militer AS di Iraq dan Afghanistan.
Namun tim pengacara pemerintah AS berdalih bahwa Assange bukan semata diperkarakan karena publikasi itu, tetapi karena dia dianggap terlibat dalam pencurian dan pembocoran ratusan ribu kabel diplomatik dan militer AS yang dilakukan oleh seorang prajurit AS bernama Bradley Manning (sekarang transgender menjadi Chelsea Manning).
Dalih tim pengacara pemerintah AS ini disetujui hakim Inggris, yang menyatakan bagian itu tidak mendapatkan perlindungan atas hak kebebasan berbicara.
Pada saat yang sama, hakim setuju kondisi penjara di AS akan opresif bagi Assange. Apabila warga Australia itu dikirim ke AS dia kemungkinan besar akan ditempatkan di Administrative Maximum Facility in Florence, Colorado. Penjara itu merupakan penjara dengan penjagaan paling ketat di AS, di mana Unabomber Theodore Kaczynski dan raja kartel narkoba Meksiko Joaquin “El Chapo” Guzman dikurung.
Hakim menerima bukti dari saksi ahli bahwa Assange mengalami depressive disorder dan autism spectrum disorder.
Kesepakatan ekstradisi Inggris dengan AS menyebutkan bahwa ekstradisi dapat dihalangi apabila mental atau psikis orang bersangkutan menjadikan ekstradisi sebagai tindakan opresif dan tidak bijak terhadap orang tersebut.
Ini bukan pertama kalinya Inggris menolak ekstradisi ke AS dengan alasan itu.
Pada tahun 2018, pengadilan Inggris menolak ekstradisi Lauri Love, seorang hacker yang meretas jaringan pemerintah AS, yang berisiko tinggi bunuh diri.
Pada tahun 2012, ketika Theresa May menjabat menteri dalam negeri, ekstradisi Gary McKinnon, yang dituduh meretas jaringan militer dan luar angkasa AS, dihalangi karena dia berisiko akan merenggut nyawanya sendiri.
Meskipun tidak dibuat dengan dasar hak kebebasan berbicara, kalangan jurnalis dan aktivis HAM menyambut baik keputusan hakim dalam kasus Assange tersebut.
“Ini merupakan kelegaan yang luar biasa bagi siapapun yang peduli akan hak-hak jurnalis,” cuit Freedom of the Press Foundation di Twitter.
Assange vs Hukum
Masalah hukum Assange dimulai pada 2010, ketika dia ditangkap di London atas permintaan Swedia, yang memburu Assange dengan tuduhan pemerkosaan yang diajukan dua wanita. Dalam laporannya, kedua wanita itu mengatakan bahwa Assange melakukan seks tanpa kondom dan dalam salah satu kasus seks dilakukan ketika si pelapor tertidur. Assange sendiri mengakui bahwa hubungan seks itu terjadi, tetapi dilakukan atas dasar suka sama suka. Hal yang mengganjal dalam kasus di Swedia ini adalah aparat setempat sendiri tidak yakin kalau kasus itu memang benar kasus pemerkosaan. Lebih mengherankan, aparat Swedia justru semangat memburu Assange ketika Amerika Serikat mendesak agar Assange ditangkap dan diekstradisi.
Pada tahun 2012, Assange melanggar aturan pembebasan tahanan bersyarat dan mencari perlindungan ke Kedubes Ekuador di London, di mana dia tidak dapat dijangkau oleh aparat Inggris maupun Swedia. Namun, pada saat yang sama kondisi itu sebenarnya menjadikan Assange seperti tahanan karena selangkah saja dia keluar dari tempat itu, maka dia berisiko diciduk aparat dan diekstradisi.
Di tengah tekanan AS terhadap Ekuador, hubungan Assange dengan tuan rumah yang melindunginya pun berubah getir. Assange lantas diusir dari Kedutaan Ekuador pada April 2019.
Polisi Inggris langsung meringkusnya dengan tuduhan melanggar aturan pembebasan dari tahanan yang dilakukan Assange pada 2012.
Swedia, yang tampaknya lelah mengejar Assange, membatalkan investigasi kasus dugaan pemerkosaan pada November 2019 dengan alasan menurut undang-undang kasus itu sudah kadaluarsa.
Assange sendiri mendekam di sel berpenjagaan ketat di Belmarsh Prison di London selama menjalani proses persidangan ekstradisinya.*