Hidayatullah.com–Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengancam memutuskan hubungan diplomatik dengan Tel Aviv, jika Amerika Serikat (AS) memaksa menjadikan membuat Yerusalem (Baitul Maqdis atau al-Quds) menjadi Ibu Kota Israel.
Dia mengatakan rencana Donald Trump untuk mengumumkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel adalah “garis merah” bagi umat Islam, ujarnya dikutip Aljazeera.
Erdogan juga mengatakan akan mengadakan pertemuan puncak negara-negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk menentang langkah apapun ke Yerusalem.
Turki dan Israel sempat memulihkan hubungan diplomatik tahun lalu, enam tahun setelah Turki memutuskan sehubungan dengan demonstrasi pembunuhan sembilan aktivis Turki Palestina dalam pertempuran dengan pasukan komando Israel di kapal-kapal yang berusaha menghancurkan blokade Israel di Gaza.
“Kami bisa memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel mengenai masalah ini,” katanya.
Baca: Erdogan Menyeru OKI Gelar Pertemuan Darurat Respon Al Quds
Sementara itu, Menteri Israel Naftali Bennett mengatakan bahwa Erdogan tidak melepaskan kesempatan untuk menyerang Israel.
“Akan selalu ada kritik, tapi pada akhirnya, penyatuan Yerusalem (al-Quds) lebih baik daripada simpati Erdogan,” katanya.
Trump, Rabu akan mengumumkan keputusannya apakah akan melanjutkan rencananya memindahkan kedutaan AS di Israel dari Tel Aviv ke Baitul Maqdis.
Rencana Amerika Serikat ini mendapatkan protes dari para pemimpin dunia yang khawatir ketegangan di Timur Tengah kian meluas. Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan kepada Trump melalui telepon, status Yerusalem (al-Quds) harus diputuskan melalui jalan damai antara Israel dan Palestina.
Sementara itu, Liga Arab menanggapi rencana Trump tersebut dengan menggelar pertemuan darurat, Selasa, 5 Desember 2017, guna membicarakan perkembangan status Yerusalem.
Juru bicara Otoritas Palestina mengatakan Presiden Mahmoud Abbas mengatakan kepada Trump bahwa memindahkan kedutaan AS ke Yerusalem (al-Quds) akan memiliki efek berbahaya.
Sementara Raja Yordania Raja Abdullah memiliki pandangan serupa mengenai pernyataan tersebut.
Dia mengatakan kepada Trump bahwa pengalihan kedutaan tersebut akan berdampak buruk pada stabilitas dan keamanan kawasan ini.
Baca: Turki Gunakan Segala Upaya Diplomasi Cegah Upaya Jadikan Al Quds Ibukota Penjajah
Sementara itu, Penasihat Hubungan Diplomatik Internasional, Majdi Khaldi mengatakan bahwa AS akan kehilangan kredibilitas sebagai mediator di Timur Tengah jika Trump melanjutkan langkah tersebut.
Status Yerusalem atau Baitulmaqdis adalah aspek paling sensitif dalam konflik Palestina-Israel.
Penjajah Israel mengklaim Al-Quds adalah ibu kotanya, menyusul pendudukan Yerusalem Timur dalam Perang 1967.
Harakah Al-Muqawwamah Al-lslamiyah (Gerakan Perlawanan Islam/Hamas) menyerukan ‘Hari Kemarahan’ sebagai tanggapan atas rencana AS memindahkan Kedutaan Besar AS di Israel, dari Tel Aviv ke Yerusalem.
“Kami menyerukan kepada rakyat Palestina untuk mengumumkan ‘kemarahan’ pada hari Jumat melawan Israel, menolak rencana AS untuk memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem dan untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan seperti dikutip Anadolu Agency.*