Hidayatullah.com—Aparat kepolisian Ijara, Garissa County, sedang mempersiapkan tuduhan penodaan agama terhadap seorang guru sekolah dasar yang diduga telah menginjak-injak menginjak-injak salinan Al-Quran di kelas Bahasa Inggris.
Meskipun Kenya tidak memiliki undang-undang khusus untuk penistaan agama, polisi setempat merujuk pada bagian yang jarang digunakan di bawah KUHP untuk mengadili guru karena diduga menghina agama. Jika terbukti, sang guru dapat dipenjara hingga tiga tahun setelah divonis bersalah.
Menurut kantor berita The Standard, guru itu terluka setelah dipukuli oleh sekelompok warga sipil yang ingin memukulnya.
Menurut Pejabat Kepolisian Daerah (OCPD) Ijara, Emanuel Rono, yang berbicara kepada The Standard, guru itu kini dirawat karena luka-luka yang dideritanya akibat serangan massa yang ingin menghukumnya Rabu lalu.
Guru itu terluka setelah penduduk yang marah menyerbu sekolah tempat dia mengajar dan mencoba menyerangnya.
Menurut polisi setempat, serangan pertama memuncak dan menjadi lebih serius dua hari setelah itu sampai orang-orang menyerbu ke sekolah.
Akibat serangan, gigi depan pria 30 tahun itu patah dan dia berlumuran darah ketika polisi menyelamatkannya.
Beberapa hari kemudian, 42 imam dari masjid lokal memprotes di kota itu sambil mendesak guru untuk diusir dari daerah itu.
Tidak jelas bagaimana al-Quran itu berada di tangan guru yang bukan beragama Islam saat dalam kelas pembelajaran Bahasa Inggris.
Ada laporan menyatakan bahwa al-Quran tersebut milik salah seorang muridnya.
Ratusan warga Kota Masalani sempat berkumpul di depan kantor polisi meneriakkan “Allahu Akbar!” dan menuntut tindakan terhadap sang guru.
Baca: Proyek Jalan Gusur 30.000 Warga Kampung Kumuh Kibera Kenya
Sebagai bentuk solidaritas, pemilik toko-toko di jalanan ikut menutup kedai mereka dan menyertai para pengunjukrasa guna melakukan aksinya.
“Kami benar-benar tersinggung dengan kejadian ini. Kami inginkan kemakmuran dan kedamaian dan tidak akan membenarkan siapapun yang mencoba ikut campur tangan dalam keharmonian warga di sini,” kata seorang pemimpin agama, Mohamed Osman Roble.
Pada pasal 134 KUHP di Kenya mengatur: “Siapapun yang menghancurkan atau menyebabkan kerusakan pada setiap tempat beribadat atau barang yang dianggap suci bagi setiap pihak, dengan niat menghina agama kelompok tersebut atau dengan pengetahuan bahwa pihak lain, perusakan atau pencemaran seperti itu sebagai penghinaan terhadap agama mereka, bersalah karena kejahatan ringan.”
Meski hukuman untuk pelanggaran lebih ringan dari kejahatan di bawah KUHP, namun ia mengalokasikan hukuman penjara hingga tiga tahun atau didenda, tergantung pada keputusan hakim.
Masih belum jelas apakah seseorang pernah dituntut berdasarkan hukum semacam itu di negara itu. Selama 20 tahun ini hanya ada dua kasus serupa di negara ini. Namun, para tersangka dibebaskan dari dakwaan sebelum kasus itu dilanjutkan ke pengadilan.*