Hidayatullah.com– Sebuah studi universitas menemukan setidaknya 610 anak di bawah umur menjadi korban kejahatan seksual meluas yang dilakukan para rohaniwan gereja di wilayah Keuskupan Münster, Jerman.
Oleh karena banyak kasus yang tidak dilaporkan, peneliti memperkirakan jumlah korban yang sebenarnya bisa jadi 10 kali lebih tinggi.
Cakupan kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur (pedofilia) di lingkungan Keuskupan Münster atau jauh lebih luas dari perkiraan sebelumnya, menurut hasil studi Yanga dirilis hari Senin (13/6/2022) itu, lansir DW.
Penelitian selama dua tahun tersebut dilakukan oleh para peneliti dari Universitas Münster, dan didirikan atas prakarsa Keuskupan Münster. Peneliti memeriksa kasus kejahatan seksual yang terjadi di wilayah keuskupan itu antara 1945 dan 2020.
Dari kurun 75 tahun itu, mereka berhasil mencatat sedikitnya 610 korban anak di bawah umur yang mengalami pencabulan oleh rohaniwan-rohaniwan gereja.
Oleh karena rintangan yang tinggi untuk melaporkan pencabulan dan stigma yang melingkupinya, jumlah kasus sebenarnya kemungkinan “jauh lebih tinggi,” menurut hasil studi tersebut.
Mayoritas korban pencabulan oleh pendeta dan rohaniwan gereja berusia antara 10 dan 14 tahun.
Studi tersebut memperkirakan setidaknya ada 5.000 hingga 6.000 korban di wilayah Keuskupan Münster saja.
“Sekitar tiga perempat korban adalah anak laki-laki, dan seperempatnya adalah perempuan,” menurut rilis pers pihak universitas.
Korban kerap memiliki keterkaitan erat dengan gereja – seperti sebagai anak altar atau tergabung dengan aktivitas atau kelompok kegerejaan lain – dan para pelaku mengeksploitasi keterkaitan itu dengan sangat tidak bermoral, menurut studi itu.
Parahnya, hasil studi juga menunjukkan para pemimpin gereja ikut ambil bagian “menutupi” pencabulan yang terjadi selama kurun 75 tahun itu.
Sekitar 196 anggota klerus (rohaniwan gereja) di lingkungan Keuskupan Münster terlibat dalam pencabulan tersebut sejak 1945.
Para klerus termasuk 183 pendeta, seorang diakon tetap dan 12 bruder dalam ordo yang berada di bawah otoritas uskup Münster, papar hasil studi tersebut.
Menurut para peneliti, “mayoritas rohaniwan tersangka pencabulan hanya dipindahkan” dan kegiatan pastoral mereka tidak dibatasi.
Lebih jauh studi itu mendapati adanya “kegagalan besar dalam kepemimpinan” di era empat uskup yang memimpin Keuskupan Münster dari 1947 sampai 2008 — Michale Keller, Joseph Höffner, Heinrich Tenhumberg dan Reinhard Lettman.
Tidak hanya itu, uskup saat ini Bishop Felix Genn, yang menjabat sejak 2008, awalnya lambat untuk bertindak terhadap para pelaku pencabulan.
Pada Januari tahun ini, sebuah laporan yang dibuat oleh keuskupan agung di Munich mengatakan beberapa pejabat gereja menangani kasus-kasus pencabulan dengan buruk.
Di antara mereka yang dituduh mengetahui tentang kasus-kasus pencabulan tetapi gagal mengambil tindakan adalah pensiunan Paus Benediktus XVI. Ia menjabat sebagai uskup agung Munich dan Freising dari 1977 hingga 1982 saat masih dikenal sebagai Kardinal Joseph Ratzinger.
Mantan paus itu membantah tuduhan yang menyatakan bahwa dia terlibat dalam usaha menutup-nutupi kasus-kasus pencabulan oleh para rohaniawan gereja Katolik terhadap anak-anak.
Sebuah studi tahun 2018 yang ditugaskan oleh German Bishop’s Conference menemukan bahwa lebih dari 1.600 pendeta di Jerman melakukan kejahatan seksual terhadap lebih dari 3.600 anak di bawah umur antara tahun 1946 dan 2014.*